SEJARAH CINTA

By | Agustus 19, 2017 Leave a Comment
SEJARAH CINTA
Manusia, secara alami adalah makhluk yang egois. Bahkan dalam hubungan dengan orang lain ia cenderung fokus dan mengutamakan dirinya sendiri, atau paling tidak, pada kelompok orang yang mempunyai persepsi pemahaman yang sama. 
"Cinta" adalah merupakan upaya untuk mengatasi keegoisan yang sangat mendasar ini dan agar benar-benar terhubung dengan sesama manusia, agar sensitif dan tulus sebagai individu yang berbeda dalam ranah hubungan dengan sesama.
Ketika Torah berbicara tentang mitzvah (perintah ilahi)untuk "mengasihi sesama seperti dirimu sendiri," ia melakukannya dalam konteks tugas manusia untuk mempengaruhi, dan bahkan mengubah, perilaku dan sifat sesamanya. Dalam Imamat 19 (ayat 18-19), perintah Torah:
Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.
Kamu harus berpegang kepada ketetapan-Ku. 
Beberapa pengajar menjelaskan, ada dua reaksi yang mungkin dilakukan orang terhadap sesama yang telah menganiaya dirinya, atau dia akan melihat perilaku orang tersebut dalam cara yang kurang bermoral:

1) ia dapat membencinya dalam hatinya, menganggap orang itu sebagai "orang berdosa, "dan bahkan mungkin membalas dengan menganiaya orang itu karena" dosa "

2) dia bisa menegurnya dengan menyatakan bahwa perbuatan orang itu adalah sesuatu yang kurang bijak atau bodoh dan berusaha untuk mempengaruhi dia bahkan mengubahkan orang itu. Jalan cinta, kata Torah,bukan untuk "membenci saudaramu di dalam hatimu," tetapi untuk" menegur dia secara konsisten" dengan harapan untuk lebih baik lagi.


Sangat jelas, bahwa keinginan untuk mempengaruhi sangat berhubungan secara konsisten dengan apa yang dinamakan ‘cinta’. Tidak ada orang yang akan diam saja jika melihat orang yang dicintainya menderita kelaparan atau terancam dalam kekerasan, demikian juga dengan, jika seseorang melihat orang yang dicintainya menderita kekurangan gizi secara spiritual atau mengalami kebutaan secara moral, ia akan melakukan segala upaya untuk menjangkau dia, untuk mencerahkan dia, untuk menawarkan bimbingan dan bantuan. Tapi aspek tindakan yang penuh kasih ‘cinta’ selalu melekat dengan sebuah paradoks. Di satu sisi, upaya untuk mempengaruhi dan mengubah orang lain menyiratkan sebuah perhatian untuk kesejahteraan orang yang lain. Di sisi lain, ini menunjukkan pandangan yang tampaknya egois : penolakan terhadap cara pandang orang yang lain, dan keinginan untuk memaksakan persepsi kita kepada seseorang dan memberitahu tentang apa yang baik bagi diri orang itu.

Empat type manusia didalam Buku Kehidupan

Menelisik dan menjelajahi sejarah kemanusiaan, sebagaimana diceritakan dalam Torah, ada empat tokoh yang berbeda yang bisa diambil sebagai acuan dan gambaran dalam hubungan diri sendiri dan sesama.

Masing-masing individu yang dianggap paling benar pada masanya. Dengan demikian, kehidupan mereka bisa dilihat sebagai cerminan dari empat tahap dalam perkembangan spiritual manusia - keempat tahap ini yang menggerakan naluri penyangkalan diri secara utuh dalam berhubungan dengan orang lain. Proses ujian ini juga akan menjelaskan tingkat penerimaan atau tidak diterima adalah sebuah dilema yang melekat dalam hubungan cinta.
Yang pertama dari empat individu yang luar biasa ini adalah Henokh, yang adalah “cucu dari cucu dari cucu dari cucu" Adam, yang lahir pada tahun 622 setelah penciptaan (3139 SM). Pada saat itu, manusia telah meninggalkan Tuhan yang maha esa: Tuhan dari nenek moyang mereka, dan telah menghambakan diri pada penyembahan berhala dan menjadi sesat. Hanya Henokh yang masih "berjalan bersama Tuhan." Tapi kebenaran yang dilakukan Henokh adalah sepenuhnya sangat egois: dia sibuk memperbaiki dan menyempurnakan kerohaniannya sendiri. Salah satu Midrash bahkan menceritakan bahwa selama bertahun-tahun ia memisahkan dirinya dari kalangan yang korup dan mengucilkan dirinya disebuah gua.Tidak hanya kegagalan mempengaruhi masyarakat yang Henokh jalani, tapi ia bahkan pada akhirnya terancam terpengaruh oleh perilaku masyarakat sekitarnya yang korup. Inilah sebabnya mengapa Henokh meninggal pada "usia muda" 365 tahun ( jika dibandingkan dengan 800 - 900 tahun untuk rentang hidup orang sezamannya): "Tuhan membawanya kehadiratNya" sebelum waktunya, supaya jangan sampai orang benar dari Generasi jaman itu hilang, karena Henokhlah satu – satunya orang benar dijaman itu. Seperti itulah hubungan individu Henokh dengan lingkungannya: tidak ada keseimbangan yang berkelanjutan. Seharusnya ada hubungan satu sama lain, satu arah atau yang sebaliknya, yang satu mempengaruhi masyarakat atau sisi lain dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya.

120-Tahun Kegagalan

Beberapa generasi kemudian, kita menemukan pria lain yang benar dijamannya, pada masa itu generasi yang sudah korup atau rusak: Nuh, sipembangun bahtera dan penerus kehidupan manusia setelah air bah. Dijaman Nuh, kita menemukan kepeduliannya: pertama sebelum keberangkatannya, Nuh mencoba untuk meningkatkan dan merehabilitasi moral orang sekitarnya yang telah jatuh. Pada tahun 1536 setelah penciptaan (2225 SM) Tuhan berbicara kepada Nuh :"akhir dari semua Manusia telah datang di hadapan-Ku, karena bumi penuh dengan kekerasan," dan karena itu Ia bermaksud untuk "memenuhi bumi dengan banjir air, untuk menghancurkan semua manusia" dan memulai yang baru dengan Nuh dan keluarganya. Nuh diperintahkan untuk membangun sebuah bahtera agar mereka bisa bertahan hidup selama air bah. Para bijak menghubungkan masa Nuh bekerja membangun konstruksi bahtera selama seratus dua puluh tahun penuh, selama 120 tahun itu, ia memanggil dan mencoba mempengaruhi masyarakat dijamannya untuk memperbaiki jalan hidup mereka agar terhindar dari bencana.

Walaupun begitu, Zohar mengkritik Nuh dengan alasan fakta bahwa, meskipun dia berupaya mempengaruhi, tapi ia tidak berdoa untuk keselamatan generasinya, seperti Abraham dan Musa, yang memohon dengan sangat kepada Tuhan untuk mengampuni orang fasik. Ini berarti bahwa, pada akhirnya, bagi Nuh tidak mempermasalahkan apapun yang akan terjadi pada mereka. Apakah ia benar-benar peduli, ia tidak akan dianggap cukup melakukan yang terbaik untuk membawa mereka “masyarakat” kedalam pertobatan, karena Nuh tidak memohon Yang Mahakuasa untuk mengubah keputusan-Nya untuk menghancurkan umat manusia, sebagai salah satu contoh : seseorang yang dirinya sedang terancam, secara pribadi tidak akan pernah mengatakan, "Yah, aku sudah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan diri" dan berhenti sampai di situ saja, tetapi ia akan mohon kepada Tuhan untuk menolongnya. Dengan kata lain, Nuh hanya memiliki niat baik saja dan terbatas hanya pada rasa apa yang seharusnya ia lakukan untuk mereka, dia tidak begitu perduli benar dengan kesejahteraan mereka – masyarakat dijaman itu. Sebenarnya Nuh sudah bisa memperluas cakupan keharusannya untuk bertindak demi orang lain dengan berdoa, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya "kesadaran sosial" adalah pertanda cacat dalam karakter seseorang, ia jatuh dalam pemikiran pendek dengan hanya mepertimbangkan kebenarannya sendiri, dan ia gagal membawa orang lain keluar dari bencana. Ini juga aspek yang membuat penasaran untuk dijelaskan, upaya Nuh untuk menjangkau masyarakat dijamannya. Ketika banjir datang, hanya Nuh dan keluarganya saja masuk kedalam bahtera. Seruannya selama 120 tahun kepada masyarakat tidak menghasilkan satu orangpun yang bertobat! Anggap saja Nuh tidak begitu pintar dalam hubungan dan komunikasi kepada masyarakat umum, tapi bagaimanakah kita harus menjelaskan fakta bahwa, selama 120 tahun waktu ini, ia gagal untuk memenangkan satu individu? Tetapi untuk mempengaruhi orang lain, motif kita harus murni, kata-kata orang bijak, " Perkataan yang keluar dari hati masuk ke hati". Jauh di lubuk hatinya, seseorang akan pasti bisa merasakan apakah kita benar-benar mengeluarkan perkataan dari hati kita yang paling dalam, atau hanya untuk memenuhi keinginan sendiri dengan berusaha mengubahnya. Jika kita bekerja untuk memberi pencerahan kepada sesama kita agar "melakukan hal yang benar" untuk patuh pada mitzvot agar "mengasihi sesama manusia seperti dirimu sendiri" dan "menegur sesama" tapi tanpa benar-benar peduli tentang hasilnya, panggilan atau pekerjaan ini akan mendapat respon yang sedikit dan minimal. Dengan motif pribadi, walaupun itu motif-motif pribadi yang paling terpuji sekalipun, orang itu pasti akan merasakannya, dan dia akan sadar dengan apa yang anda lakukan yaitu motif pribadi belaka, dan pada akhirnya dia akan pergi menjauh dari nasehat – nasehat anda.

Berangkat dari diri Sendiri

Sepuluh generasi kemudian lahirlah seorang individu -pribadi yang mengangkat konsep pengabdian tanpa pamrih untuk kesejahteraan sesama manusia. Orang ini adalah Abraham, dianggap sebagai orang Yahudi pertama. Abraham juga, menghadapi dunia yang korup dan kafir. Mengapa gelar, "Yahudi,"dikaitkan kepada Abraham ? karena dengan fakta bahwa "seluruh dunia berdiri di satu sisi, dan ia berdiri di sisi lain." Setelah Abraham mengenali Sang Pencipta – Tuhan yang maha esa , ia mengabdikan hidupnya untuk membawa keyakinan dan etos bahwa hanya ada satu Tuhan pada masa generasinya. Kemana pun ia pergi, ia "membuat nama Tuhan dikenal di dunia." Abraham juga memperhatikan kebutuhan dari rekan-rekannya bahkan lebih dari dirinya sendiri, ia menawarkan tendanya sebagai tempat open house untuk penyegaran dan penginapan bagi semua pengembara padang pasir, terlepas dari perbedaan kepercayaan spiritual mereka. Ketidakegoisan Abraham dan Kepedulian untuk sesama ditunjukkan dengan intervensinya yang berani atas nama lima kota yang penuh dosa dilembah Sodom. Tuhan telah memutuskan untuk menghancurkan kota-kota ini karena jalan hidup mereka yang jahat. Abraham membawa permohonan dihadapan Tuhan atas nama mereka, dengan menggunakan istilah dan perkataan terkuat untuk menuntut Tuhan agar ia mengampuni kota-kota itu demi beberapa orang benar yang mungkin masih ada dikota itu. "Seharusnya Tuhan tidak melakukan hal seperti itu," dia menantang Tuhan, "membunuh orang benar bersama – sama dengan orang fasik. . . Haruskah hakim alam semesta bertindak tidak adil "Abraham mempertaruhkan integritas rohaninya sendiri dan sangat beresiko demi kota yang rusak dan orang-orang berdosa?! Dia siap untuk menerima murka Tuhan atas dirinya sendiri, mendahulukan kepentingan kehidupan fisik mereka ketimbang hubungannya sendiri dengan Yang Maha Kuasa. Ketika Abraham dan Sara meninggalkan Haran ke TanahSuci, mereka bergabung dengan "jiwa-jiwa yang telah dididik di Haran" komunitas pria dan wanita yang telah bersatu untuk perjuangan mereka. Enam puluh lima tahun kemudian, ia mampu berkata kepada hambanya Eliezer: "Ketika Tuhan memanggilku keluar dari rumah ayahku, Dia adalah Tuhan dari langit tapi bukan dari bumi: penduduk bumi tidak mengenal-Nya, dan nama-Nya tidak disebutkan dibumi. Tapi sekarang Aku telah membuat nama-Nya akrab di mulut makhluk-Nya,Dia adalah Tuhan langit dan bumi. "

Cinta Tanpa Syarat

Tetapi bahkan cinta Abraham masih belum sampai pada kepenuhannya. Butuh waktu empat abad hingga munculnya lambang pengabdian tanpa pamrih kepada sesama, orang itu ada dalam pribadi Musa. Kebajikan Abraham lebih dari Nuh adalah bahwa tujuannya dalam berhubungan dengan orang lain tidak terletak dalam mewujudkan potensi sosial dirinya (seperti yang terjadi dengan Nuh), tetapi dalam mencapai hasil yang diinginkan: untuk mengubah perilaku dan karakter manusia, membawa mereka kedalam terang kebaikan dan dengan dasar yang sempurna. Namun di dalamnya juga terletak keterbatasan cinta Abraham: pada akhirnya, kebaikan Abraham memiliki motif tersembunyi. Walaupun, itu bukan motif pribadi, itu adalah motif yang baik untuk merinci penerima akhir, dan ini sejalan dengan diri penerima yang sejati, tetapi itu adalah tetap menjadi motif yang tersembunyi. 
Para bijak menjelaskan keramahan Abraham, kebaikan adalah alat untuk mencapai tujuannya, mengubahkan tamunya untuk yakin dan percaya pada Tuhan. Sama seperti halnya juga doa Abraham yang gagah berani atas nama Sodom. Dia memohonkan kepada Tuhan untuk mengampuni mereka kalau masih ada orang benar di dalam kota, masih ada harapan bagi orang fasik juga. Pada tingkat yang lebih dalam, ia mengandalkan dan berharap ada "orang benar" ditengah – tengah kota orang fasik, jauh dilubuk hatinya - batinnya demi kebaikan mengampuni mereka, dengan kata lain Abraham berpikir mungkin mereka akan berubah. Begitu ia menyadari bahwa orang jahat di Sodom berada di luar harapan, ia berhenti dari doanya.

Cinta dan kepedulian karena melihat potensi yang baik dalam diri yang lain adalah cinta yang tercemar, namun demikian telitilah dengan seksama, itu adalah keegoisan: dalam berhubungan dengan sesama, seseorang tidak akan melihat sesamanya seperti dia melihat dirinya sendiri, tapi dia akan melihat seseorang itu dengan visinya sendiri. Hal ini akan memungkinkan reaksi pada orang itu (baik itu diungkapkan,atau dipendam saja, atau bahkan tidak sadar) "Anda tidak peduli kepadaku, seperti aku perduli pada diriku, Anda hanya perduli pada keinginan Anda untuk membuatku seperti yang anda inginkan. Jadi Anda tidak benar-benar peduli tentang aku sama sekali ". Benar, keinginan seseorang untuk membuat dan mengungkap arti penting diri orang yang lain. Tapi ini yang lebih dalam, masih belum terealisasi, kemandirian. Cinta seseorang gagal karena ia terlalu fokus pada pengetahuannya sendiri dan memandang kepada dirinya sendiri tanpa perduli kepada orang lan. Sebaliknya, cinta Musa bagi umat Tuhan adalah benar-benar tanpa pamrih. Cintanya tanpa syarat, cinta yang berada di tingkat yang lebih dalam. Dia mencintai mereka, dan melakukan segalanya yang ada dalam kekuasaannya untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik material maupun spiritual. Ketika Musa memohon kepada Tuhan karena pelanggaran penyembahan pada Lembu Emas, dia tidak mengatakan,"Maafkan mereka karena mereka akan bertobat," atau "Maafkan mereka karena mereka memiliki potensi yang besar," Musa hanya berkata,"Maafkanlah mereka. Dan jika Engkau tidak mau, hapuskanlah Aku dari Torah-Mu."Apakah Engkau menerima orang berdosa seperti apa adanya, atau mengumpulkan bangsa dan Torah tanpa aku.

Perbedaan antara Musa dan pendahulunya juga tercermin dalam tingkat pengaruh mereka pada rekan-rekan mereka. Henokh, dengan kebenaran mandiri sepenuhnya, tidak punya pengaruh, dan dirinya rentan terhadap pengaruh. Nuh-yang mengembangkan jangkauan dirinya ke teman-temannya, tetapi hanya karena ia beranggapan bahwa kepedulian terhadap sesama adalah merupakan bagian integral dari diri seseorang yang sempurna dan Nuh tidak terpengaruh oleh mereka, tapi Nuh tidak sanggup mempengaruhi. Ajaran Abraham dan petunjuk -petunjuknya, yang bebas dari bias pribadi tersebut, yang diikuti oleh banyak orang, tetapi karena upaya Abraham hanya jatuh pada defenisi pendek yaitu murni tidak mementingkan diri, pengaruhnya sangat terbatas. Sampai hari ini, kita tidak memiliki bukti yaitu ahli waris atau murid Abraham yang dapat dilacak.(Apa yang terjadi dengan "jiwa- jiwa yang telah mereka didik di Haran")Tapi pengaruh cinta kasih Musa yang benar-benar tanpa pamrih adalah kekal: bimbingan dan kepemimpinannya terhadap umat menghasilkan sebuah bangsa yang memiliki daya tahan tanpa terputus dan terus berkelanjutan hingga hari ini, melampaui gambaran semua hukum-hukum sejarah.

Defenisi ulang – Menjangkau keluar "outreach"

Dalam rangka untuk benar-benar mempengaruhi sesama, kita harus mengabdikan diri kepadanya tanpa memperhatikan apakah dia akan terpengaruhi atau tidak. Dia adalah sesama manusia yang membutuhkan bantuan Anda. Jadi bantulah dia. Jika dia kekurangan secara material, bantulah. Jika dia secara spiritual tersesat, bantulah. Banyak orang dapat melihat titik peluang untuk mempengaruhi sesama agar melakukan perbuatan baik, seperti tindakan berdoa, melakukan tindakan amal, menghindari pelanggaran moral – dan keseluruhan tindakan ini mengarah pada sesuatu yang lebih besar hingga akhirnya, sampai pada transformasi. Tapi ketika dihadapkan dengan "kegagalan untuk mempengaruhi," mereka merasa itu membuang-buang waktu. Mengapa harus repot-repot? ( emang gwe pikirin )

Mengapa repot-repot? Karena Anda peduli tentang dia, bukan hanya karena tentang apa yang dia seharusnya, tentang dia akan menjadi apa, atau tentang apa yang Anda lihat dalam dirinya. Dia tidak memiliki sesuatu sekarang, dan Anda memiliki keistimewaan untuk membantunya. Jika Anda peduli padanya karena Anda berharap untuk mempengaruhi dia, maka kemungkinan dia tidak akan merespon. Tetapi jika Anda peduli padanya apakah ia merespon atau tidak, maka ia akan merespon.


Disadur dari : Meaningful life
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar: